627, Medinna. Nabi Muhammad S.A.W
pernah ditanya oleh salah satu sahabatnya mengenai penaklukan oleh kaum muslim.
Rasulullah berkata “ suatu saat nanti bangsa muslim akan membuka kota kota kaum
Nasrani…”, kemudian sahabat bertanya “ maka kota manakah yang akan dibuka
terlebih dahulu ? Rumiyya atau Konstantiniyya ? “. Kemudian Rasulullah S.A.W
menjawab “ Konstantiniyya akan dibuka terlebih dahulu, suatu saat nanti sungguh
Konstantin akan ditaklukan oleh seorang pemimpin, yang sebaik baik pemimpin
adalah penakluknya dan pasukannya yang sebaik baiknya pasukan.
1453, Turki berada dibawah
pemerintahan Byzantium Roma yang dipimpin oleh kaisar Konstantin VIII atau
pangeran Orhan. Kekaisaran Konstantin
membentang sepanjang pantai Eropa sampai selat Bosphorus bahkan meliputi
sebagian besar asia kecil, dan Konstantinopel adalah hasil daerah perluasan
bangsa Roma dengan nama Kristiani. Meskipun kaisar Konstantin menghidupi nama
Kristus di Turki, namun Islam masih berdiri kokoh dalam naungan pemerintahan
Sultan Mehmet II. Sultan Mehmet II
adalah penerus ayahnya, Sultan Mehmet, cucu dari Sultan Murat II.
Konstantinopolis nyaris jatuh ke tangan Islam pada masa pemerintahan Sultan
Murat II. Sang Sultan sudah kelelahan dengan konflik, maka beliau memberikan
tahtanya pada Mehmet II, setelah kematian putra tercintanya, Alladin. Sang
wazir agung, khalil Pasha menaikan Sultan Murat kembali pada tahtanya semenjak
adanya ancaman pasukan salib. Namun sang sultan gugur dalam penaklukannya,
beliau tewas di tangan tentara salib. Anak anak dan cucu cucunya, yang salah
satunya adalah Sultan Mehmet atau rakyatnya biasa menyebutnya dengan Sultan
Fetih meneruskan pemerintahan yang berdasarkan syariat Islam demi kehidupan
rakyat Turki dan berdirinya kerajaan Osman, atau Utsmaniya. Orang Eropa
menyebutnya dengan naman The Othman atau Ottoman Empire.
1453
Konstantinopolis, hiduplah satu keluarga sederhana yang terdiri dari ayah dan
ibu dan seorang anak, ini adalah keluarga Erdogan. Seorang ayah, Erdogan beperan
penting dalam keluarganya dalam mencari nafkah dan pekerjaannya tidaklah mudah
namun terhormat, dia bekerja sebagai pandai besi dan pembuat pedang kerajaan
Ottoman di Topkapi Sarayi, dan istrinya, Guldeyna bekerja menjual buah buahan
di pasar, di pesisir teluk Golden Horn. Dan anak dari kedua pasang orang tua
itu bernama Suleyman, pemuda sopan dan cenderung mudah memahami permasalahan
ini berumur 18 tahun tinggal bersama sepupu perempuannya, Farhat yang menginjak
23 tahun. Suleyman tidak sekolah, tapi dia bekerja membuat sekoci sekoci dan
mengambil bagian pembuatan kapal, di pesisir Selat Bosphorus. Farhat berada
jauh darinya, karena dia bekerja bersama Guldeyna menjual buah dan sayuran. Suleyman bekerja bersama rekan rekan dekatnya,
Ahmet,seumuran dengan Suleyman berbadan kurus tinggi berambut tipis, wajahnya
putih namun kusam, matanya agak sipit dan halisnya lancip namun tebal pada
pangkalnya, hidungnya seperti orang Arab dan bibirnya tipis, dagunya agak kotak
dan pipinya pirus. Sikap Ahmet agak keras kepala namun dia bisa mengenal hal
yang baik atau buruk bagi rekan rekannya. Gizma, lebih muda dari Suleyman,
matanya besar dan halisnya coklat tebal, bola matanya biru dan hidungnya
membengkok, berkulit putih. Bibirnya agak tebal. Rambutnya yang hitam diikat
kebelakang. Gizma bersikap ramah namun memiliki sifat sensitive, terkadang
Gizma memiliki kekhawatiran berlebihan ketika mendengar berita yang menurutnya
mencemaskannya. Berki, rekan Suleyman yang memiliki umur di antara umur Ahmet
dan Gizma. Berki memiliki mata besar dan bola matanya coklat terang, halisnya
tebal. Rambutnya hitam agak berantakan dan panjangnya hingga menyentuh
lehernya, hidungnya lurus tajam dan dagunya lancip. Berki adalah anak paling
ramah di antara keempat temannya, selalu menyambut ramah siapa pun, dan sifat
itulah yang sangat dicintai teman temannya. Emina, adalah saudari Gizma,
wajahnya mirip dengan gadis Eropa, rambutnya pirang, menjulur panjang sampai
bahu. Halisnya tipis dan matanya biru gelap, dan hidungnya lurus tajam, bibirnya
juga tipis dan dagunya seperti Berki. Meskipun dia sadar terkadang dirinya
menarik perhatian, namun Emina tetap menjaga penampilannya dengan tudung dan
cadar hijau menutupi setengah wajahnya dan badanya tertutup dengan kain rapi
nan panjang, itulah sikap yang sering menjadi kebiasaannya . Mereka berlima
bekerja di bawah naungan mantan tentara Murat, seorang pria paruh baya bernama
Ibrahim. Sikapnya baik, rendah hati, berhati emas dan tegas namun karena
ketegasannya terkadang Ibrahim menjadi keras kepala dan kemarahannya bisa
bertahan lama. Rambut dan janggutnya yang lebat sudah memudar, akan tetapi
badan dan wajahnya terawat sebab mengandalkan kesehatan berwudhu dan jiwa juga
pikirannya selalu sehat dengan berdo’a dan shalat kepada Allah yang selalu tepat
waktu. Dulu Ibrahim menjabat sebagai tentara Ottoman, dia adalah salah satu
dari tentara Murat yang selamat dari penaklukan pasukan salib. Ibrahim pernah
dijuluki sebagai “perisai Edirne”, karena ketangguhannya dalam pertempuran dan
kelincahannya melangkah dengan membawa tameng, namun julukan itu sirna ketika
dia dan kelompoknya kalah bersamaan dengan gugurnya Sultan Murat II. Suleyman
hari ini bekerja bersama Ibrahim membuat potongan potongan kayu jati, Ahmet
mendapat bagian menyusun rankaian kapal kecil bersama pekerja lainnya, Gizma
mendapat giliran memasang layar bersama Emina dan pekerja lain yang juga
bercampur antara remaja laki laki dan perempuan. Pekerja pekerja remaja laki
laki itu adalah pelaut dan akan berlayar menuju Venesia, untuk berdagang rempah
rempah di jalanan Venesia di tepian kanal kanalnya. Emina dan Gizma bisa jadi akan ikut mereka suatu
hari, tapi entah kapan, pikir Emina. Teluk Golden Horn terlihat indah pada sore
hari dan pesisirnya indah ketika matahari membuat langit dan air laut menjadi
jingga ketika cahaya matahari mulai pudar, tenggelam di cakrawala, pesisir
Selat Bosphorus dipenuhi dengan pedagang mewarnai tepian jalanan sepanjang
jalan di dekat pesisir. Namun pedagang yang berwarna itu semakin lama
menghilang seiring dengan tenggelamnya matahari, dan sebagian besar kapal kapal
nelayan pun pulang ke tempat asalnya. Pada saat malam, keempat teman Suleyman
sudah pulang, namun dia masih berada di tempat Ibrahim, duduk melamun dan
mengasah sebuah belati. Ibrahim yang terheran malam itu, bertanya padanya.
“ Suleyman, kau tidak pulang ? atau kau baru saja akan pulang ? “.
“ ya, aku baru saja akan pulang … “.
Namun
Suleyman sepertinya tidak sepenuhnya mendengarkan Ibrahim, dan terlihat olehnya
Suleyman melamun, kemudian Ibrahim pun memanggil namanya dengan nada
menghentak.
“ Suleyman ! “.
“ ya !, bey Ibrahim, ada apa ? “.
Suleyman langsung terbangun dari lamunannya, dengan jawaban yang terpatah patah, Suleyman menjawab.
“ kau melamun ! apa yang kau pikirkan, hai putra ‘pisau Ottoman’ ?”.
“ kau… ternyata masih ingat julukan ayahku…aku..aku…aku masih takut akan tentara Byzantin, aku dengar kabar secara diam diam di Galata, tahun ini uskup Roma dan Byzantin akan mengadakan pertemuan untuk sebuah persekutuan. Kau tau itu artinya, effendim “.
“ ya, akan adanya perang dahsyat, perebutan kembali Konstantinopel untuk Kristiani“.
“ apa yang harus aku lakukan, dimana aku harus berlindung ? “.
Ibrahim
menemani suleyman di pesisir Bosphorus, duduk sambil memandang kilauan kilauan redup
kapal yang masih berdiri di atas lepas pantai. Desir ombak Bosphorus mengalir
seperti ular melalui lepas pantai dan berakhir dengan menyentuh bibir pesisir.
“ dimana harus berlindung… berlindunglah di bawah naungan Allah… jika kau percaya bahwa Allah melindungimu, niscaya Dia akan berada di hatimu “.
“ bagimana caranya ? sesederhana itukah ? ”.
“ kau, begitu pula aku memeluk islam, kau pasti percaya Allah “.
“ evet, effendim “.
“ caranya ? mintalah perlindungan dari-Nya, sebaik baiknya kau berdo’a akan menjadikan sebaik baiknya perlindungan untukmu, aku tidaklah seperti Rasulullah Selallahu Aleihi Waselam. Tapi percayalah aku, untuk percaya pada Allah ! “.
“ Selallahu Aleihi Waselam…”. Suleyman mengatakan nama Selallahu Aleihi Waselam bersamaaan dengan Ibrahim.
“ endiselenme…sekarang pulanglah, kardesimi “.
Kemudian,
bahu Suleyman mengangkat bahu dan pikirannya yang sudah lebih tenang mendirikan
badannya untuk bergegas pulang, kali ini setelah percakapan kecil Suleyman
lebih merasa percaya diri, karena Ibrahim mempercayakan pribadi Suleyman untuk
tetap berdo’a pada Allah. Terdengarlah suara sebuah benda jatuh dari pinggang
Suleyman, yaitu belatinya yang jatuh tanpa sengaja.
“ Suleyman ! “. Ibrahim memanggilnya, kemudian dia berbalik badan dan menatap ke belakang, ke arah Ibrahim.
“ ada apa, effendim ? “
“ belatimu jatuh dari pinggangmu “. Diberikan lah belati itu dari tangannya kepada Suleyman.
“ tessekur ederim, affedersiniz, effendim, aselamu aleikum “.
“ waleikum selam…”.
Detik
demi detik, menit demi menit, jam demi jam malam berubah menjadi dini hari,
matahari dari timur masih tersembunyi di bawah garis cakrawala. Suleyman duduk
dengan menopangkan betis dan pahanya, dia berdo’a mendirikan ibadah malam
kepada Allah. Putra Erdogan ini kebingungan dan
pikirannya terpenuhi berbagai macam kemungkinan, Suleyman bingung akan
apa yang ia lakukan nantinya, jika sewaktu waktu bara api peperangan menghantam
kehidupan keluarga dan orang orang tercintanya. Tapi dengan keyakinan dari
Ibrahim akan perlindungan Allah, Suleyman bisa menenangkan diri. Sambil memeluk
belatinya yang masih tersimpan aman di dalam sarung kulitnya, Suleyman perlahan
memejamkan mata dan terlarut dalam tidurnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar